Monthly Archives: Februari 2012

The days With Papa Before “The Time”…

5 Februari 2012 menjadi hari yang paling menyedihkan. Kehilangan Papa tercinta yang kurasa terasa “tiba-tiba”. Bukan hanya mendadak, melainkan peristiwa ini tak pernah kuduga, bahkan keluarga pun tidak menyangka. Kukira, sakit “berat” yang pertama kali almarhum rasakan ini, mungkin, seumur kuhidup, bukanlah penyakit berat, bukan sakit jantung atau diabetes yang dianggap cukup mematikan. Itu asumsiku. Tapi, Takdir Allah SWT. memang tak bisa dimajukan/dimundurkan. Saat itu….

28 Januari 2012
Sore itu, aku dan abangku, Baqi sedang asyik menonton tv di ruang tengah. Tiba-tiba, kudengar teriak Papa memanggilku dari area kandang ayam, saat jam makan ayam sebagaimana biasanya. “Moya…Moya…” Teriaknya. Kukira, Papa akan meminta bantuanku membawa telur ayam. Tidak. Kaget dan heran saat kulihat muka Papa mengerang berdiri kesakitan, sambil berpegangan ke pagar bambu. Bergegas sambil kupanggil abangku dengan berteriak. Kusambut Papa dengan bergegas dan menanyakan hal apa yang terjadi, sambil memapah kedua lengannya karena 1 kaki dibantu abangku di sisi lain hingga duduk di teras depan. Sambil melompat dengan 1 kaki (jingke), beliau berkata, “berat ya Moy?”, tanyanya. “Enggak kok Pak…”. Memang, bobot Papa waktu itu sekitar 110 kg kukira, tapi, itu tak berarti apa-apa dibanding yang telah beliau berikan selama ini. Lalu, “kenapa Pak…?”, heran & penasaran tanyaku. “Ssstt… tadi nginjek batu, tiba-tiba sakit aja gini” sambil menahan rasa sakit yang kurasa sakitnya luar biasa. Setelah beberapa menit, abangku dan Mama menghampiri Papa di depan teras sambil abangku memijit kaki yang sakit.

Malamnya, Papa menelpon bang Urip, saudara kami yang biasa membantu kami memulihkan stamina. Setelah diurut, Papaku berkata, “Masih sakit ni kaki, tapi, yaudah, emang gak bisa diurut langsung sembuh” dengarku seraya menonton tv di ruang tengah. Papa yang kutahu saat itu mengalami demam, mual, dan diare tiba-tiba setelah kakinya kesakitan tadi. Jam 23.30, saat kami, saya, Baqi (abangku), dan Iqro (adikku) bermain game PES 2006 sebagaimana biasa di akhir pekan ketika kmi berkumpul, Papa keluar dari kamar dan menyuruhku membelikan obat tolak angin. Beliau keluar sambil merangkak, karena tidak sanggup berjalan dengan baik. Bolak-balik berlarian kencang ke warung karena saya salah membeli obat, yang seharusnya obat cair malah kubelikan tablet yang langsung ditolak oleh Papa. Setelah minum Tolak angin cair, Papa terdiam dan tiba-tiba menangis kesakitan sambil meneteskan air mata, “Ya Allah…Ya Allah…hiks..hiks”. Kulihat sejenak dan iba dengan sang Papa. baru kali ini kulihat, sang pemimpin rumah tangga menangis, beliau pasti merasakan sakit yang amat sangat. “Ya Allah, sembuhkan Papaku, Ya Allah…:'(” pintaku dalam hati saat itu. lalu, beliau masuk kamar lagi untuk beristirahat.
kami bertiga meneruskan bermain game PES 2006 sampai pukul 01.00 hingga kami selesai dan beristirahat tidur.

29 Februari 2012
Lapor ibuku, bahwa Papa yang terbiasa sudah bangun jam 3 pagi, beberapa kali muntah dan diare bolak-balik ke kamar mandi. Pagi itu, kulihat Papa terbaris tidur di kasur depan di ruang tengah tempat saya menonton acara kartun yang minggu itu sangat beragam. Saat Papa ingin ke kamar mandi, saya dan abangku memapahnya karena tidak tega melihat beliau jalan merangkak. Dengan berjalan melompat dengan satu kaki karena satu kakinya lagi tidak bisa/sanggup untuk menepak. Kami antar hingga ke dalam kamar mandi dan kami tunggu sampai kami antar ke kasur depan lagi. Saat papa meminta mengantarnya lagi, abangku langsung berinisiatif mengambilkan kursi beroda dari meja komputer untuk memudahkan Papa saat akan ke kamar mandi. Kami dorong hingga kembali lagi ke kasur. Saat itu, memang aku dan abangku yang standby di dekat beliau, Mama sedang sibuk di dapur dan Iqro sedang sibuk mengurus urusan kampus dan harus mobile di luar sana.

Saat waktu sholat Zuhur tiba, Papa segera melaksanakannya dengan posisi duduk dengan kaki selonjor ke depan. Saya kagum, beliau memang kukenal sebagai sosok yang bersegera dalam urusan sholat, tak pernah menunda apalagi telat ke masjid, saat sedang dalam kondisi sehat dan semangat itu tidak pernah redup. Siang itu, sekitar jam 1, saya bersiap-siap untuk pergi ke Bogor karena kembali ke rutinitas Kerja Praktekku keesokan harinya. Saya berpamitan ke kedua orang tua yang saat itu papa dengan pulas, tapi, kubangunkan karena kalau pergi tidak berpamitan, nanti pasti malah saya kena omelan. “Pa, mau berangkat dulu”. Sambil mencium tangannya, kudengar beliau berkata, “Kalo ud sampe, kabarin Moy..” “Iya…” jawabku. Papa emmang selalu berpesan demikian saat anak-anaknya hendak pergi jauh. Di tengan jalan, tiba-tiba Pelat nomor bagian belakang motorku copot tiba-tiba. “Ya Allah…” Kaget. “Semoga bukan pertanda buruk, Ya Allah. Semoga tidak terjadi kecelakaan pada saya”. Alhamdulillah, 3 Jam perjalanan, saya sampai di kontrakanku di Bogor dan setelah sholat Ashar, kudapati Hpku ada Miss Call. ya, dugaanku benar. Papaku yang menelepon. Papa memang sangat perhatian ketika ada anaknya yang bepergian, setelah tahu lama waktu perjalanan, beliau langsung menghubunginya tepat sebagaimana perkiraan sudah sampainya saya di Bogor. Langung kutelepon balik karena saya tidak tegaan. “Halo, Assalamu ‘alaikum, Pak. ….Iya, Pak. Udah sampe. Doain ya Pak. Assalamu ‘alaikum…” akhir percakapan kami sebagai bentuk laporan perjalananku. Setelah itu, kujalani rutinitas KP-ku sebagaimana biasa keesokan harinya.

30 Januari 2012
Cont’d……